Selasa, 18 Maret 2014

BERCITA-CITA MENJADI ORANG KAYA..??


           Siapa yang menolak jadi jutawan atau milyarder? Semua orang pasti
            ingin jadi orang kaya. Laki-laki ingin kaya, perempuan ingin kaya,
            orang kampung ingin kaya, dan orang kota pun pasti ingin kaya.
            Seseorang dengan uang melimpah bisa membeli semua komoditas yang
            dibutuhkan. Mau baju bagus, ia bisa membelinya di toko ternama di
            kotanya. Ingin rumah mewah, ia bisa membeli rumah di kawasan elite
            yang cenderung dihuni oleh orang-orang dari lapisan atas. Bagaimana
            dengan nasib orang miskin? Jangankan untuk beli baju bagus atau rumah
            mewah, untuk nasi bungkus saja mereka harus kerja seharian, baru
            mereka bisa makan.

            Tidaklah salah jika seseorang bercita-cita menjadi orang kaya. Yang
            salah adalah jika ada yang menyatakan bahwa kekayaan adalah suatu
            kemuliaan, dan kemiskinan adalah suatu kehinaan. Tapi sebenarnya,
            kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Allah bagi hamba-hamba-Nya.
            Ironisnya, jika Allah mengujinya dengan memberikan kesenangan-
            kesenangan, maka ia akan berkata bahwa Allah telah memuliakannya,
            sedangkan jika Allah mengujinya dengan membatasi rizkinya maka ia
            berkata, "Allah telah menghinakanku!" Tipe orang semacam itu adalah
            orang yang mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.

            Sebagian orang menganggap bahwa menjadi orang kaya adalah mudah,
            sebab yang sulit adalah menjadi orang kaya yang shalih. Kalau hanya
            sekadar kaya, orang bisa mengumpulkan harta kekayaan dan
            menggunakannya dengan cara apa pun. Tapi, bagaimana caranya agar
            harta yang kita miliki ini bernilai "halalan thayyiban" dan "barakah?

            Ada satu syarat penting di samping syarat-syarat lainnya agar menjadi
            orang kaya shalih, yaitu ia harus sabar. Ternyata menjadi orang kaya
            itu harus memiliki kesabaran juga. Kalau kita telaah, sepertinya
            sabar ketika kita sedang pailit akan lebih memungkinkan daripada
            sabar ketika kita bergelimang harta. Sebab, ketika kita memiliki
            harta melimpah, maka akan semakin banyak godaan yang dapat
            meruntuhkan benteng kesabaran kita.

            Maksud sabar di sini adalah sabar dalam mengharap keridhaan Allah.
            Identik dengan QS 18: 28, "Dan bersabarlah kamu bersama dengan
            orang-orang yang menyerukan Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
            mengharap keridhaan-Nya: dan janganlah kedua matamu berpaling dari
            mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini: dan
            janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
            mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya
            itu melewati batas".

            Godaan pertama bagi orang kaya biasanya adalah adanya keinginan untuk
            memperlihatkan kekayaannya, atau lebih dikenal dengan sebutan pamer.
            Berbagai cara digunakan agar orang lain tahu bahwa ia memiliki
            segalanya. Aktivitas pamer dimulai dari menampakkan aksesori yang
            bisa dipakai di badan. Kalau memungkinkan, ia akan menggunakan semua
            perhiasan untuk melengkapi penampilannya agar terlihat kaya, tak
            peduli situasi dan kondisi yang ada tidak mendukung. Yang penting
            orang tahu bahwa ia adalah seorang yang kaya raya. Jauh sekali dengan
            sifat Nabi Sulaiman. Beliau orang kaya raya, namun kemuliaannya
            sungguh luar biasa, akhlaknya lebih tinggi daripada kekayaannya.

            Kekayaan yang melimpah ruah dapat menyebabkan seseorang itu mulia.
            Sebab, ia menggunakan hartanya di jalan Allah dan membelanjakannya
            untuk mencari keridhaan Allah. Dan perumpamaan orang yang
            membelanjakan hartanya untuk mencari keridhaan Allah seperti sebuah
            kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram hujan lebat, maka
            kebun itu akan menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat
            tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun memadai (QS 2: 265).

            Dan sebaliknya, kekayaan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi
            boros, sombong serta merasa ekslusif, dan serakah. Seorang yang boros
            membelanjakan hartanya hanya untuk kepuasan nafsunya. Apa pun itu,
            jika menyangkut kepuasan hatinya, ia akan kuras seluruh isi
            kantongnya. Tapi sayangnya, jika hal itu menyangkut kebaikan orang
            banyak dan bernilai amal, maka ia akan berpura-pura menjadi orang
            yang pailit. Intinya, selain menjadi boros, ia juga akan diserang
            penyakit pelit.

            Tidak hanya itu, dengan kekayaan yang dimiliki, seseorang bisa
            menjadi sombong dan merasa ekslusif. Orang-orang dari lapisan bawah
            tidak dapat diterima dalam lingkup pergaulannya. Ia merasa bahwa
            mereka bukanlah orang yang dapat diajak bicara, sebab level mereka
            berada jauh di bawahnya. Dan ia merasa bahwa dialah orang besar yang
            memenuhi semua kebutuhannya tanpa bantuan siapa pun.

            Dengan adanya perasaan seperti itu, sudah pasti ia akan menjadi
            serakah. Ia tidak akan merasa puas dengan apa yang sudah ia dapatkan.
            Sesudah menjadi orang kaya, ia ingin menjadi lebih kaya lagi, dan
            kalau bisa, tidak ada seorang pun yang dapat melebihi kekayaannya,
            begitulah seterusnya.

            Itulah sifat-sifat orang kaya yang tidak sabar, orang kaya yang tidak
            mengharapkan keridhaan Allah dari kekayaan yang didapatkannya, dan
            itulah tipe orang kaya yang tidak shalih. Dengan begitu, bukan
            berarti Islam mengajarkan pada kita bahwa menjadi orang miskin itu
            lebih baik daripada menjadi orang kaya yang tidak shalih. Tapi
            sebenarnya Islam mengajarkan pada kita untuk menjadi orang kaya yang
            shalih, dan menjadi miskin bukanlah suatu hal yang hina, apalagi
            kalau ternyata kemiskinan itu dapat menjadikannya seorang yang mulia.
            Yang lebih buruk adalah, miskin dan tidak shalih. Artinya, dunia dan
            akhirat tidak didapat. "Sudah jatuh tertimpa tangga pula", ungkapan
            itulah yang tepat bagi orang yang tidak mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.

            Sekali lagi, Islam mengajarkan kita untuk menjadi orang kaya. Nabi
            Muhammad adalah seorang kaya raya, demikian juga para sahabat, selain
            kaya mereka juga berprestasi, sehingga dapat memberikan manfaat bagi
            kehidupan manusia. Walaupun mereka kaya, tapi hidup mereka sederhana,
            intinya menjalankan kehidupan yang proporsional. Bukan saja
            kebahagiaan dunia yang didapat, namun akhirat pun tetap menjadi
            tujuan hidupnya.

            Semua kekayaan yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Dan kita
            sebagai hamba-Nya harus dapat memanfaatkannya. Pertama, kita
            mendapatkannya dengan cara yang halal. Kemudian, membelanjakannya
            dengan cara yang halal juga. Dan yang ketiga, adanya harapan dari
            kita, bahwa semua yang telah kita lakukan mendapat ridha Allah SWT.

            Kekayaan yang bermanfaat di dunia dan akhirat adalah kekayaan yang
            barakah yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Pertama, kekayaan tersebut
            dapat menyebabkan pemiliknya qada'ah (puas dan merasa cukup).
            Pemiliknya tidak merasa tersiksa dan tidak merasa kekurangan. Ia akan
            menggunakannya untu beramal.

            Kedua, kekayaan yang membuat batin pemiliknya tenang. Harta melimpah
            tidak membuatnya bingung untuk mengelolanya dan tidak pula
            menyebabkan rasa was-was untuk kehilangan, sebab ia yakin bahwa semua
            yang dimilikinya adalah amanah dari Allah SWT. Dan kapan pun bisa
            Allah ambil kembali.

            Ketiga, pemiliknya menjadi lebih mulia daripada kekayaan yang
            dimiliki. Seperti halnya Nabi Sulaiman, beliau nabi paling kaya,
            namun kekayaannya digunakan untuk ibadah dan maslahat umat. Beliau
            menganggap, harta bukanlah segalanya di dunia ini, namun hartanya
            dapat digunakan untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Caranya,
            harta tersebut dibelanjakan di jalan Allah melalui zakat, infak, dan
            sidekah. Sebaliknya, jika kekayaannya tidak barakah, maka pemiliknya
            tidak akan merasa puas, tenteram, dan yang lebih parah lagi, ia
            tergolong manusia yang sangat hina. Maka dari itu, semuanya kembali
            kepada pribadi masing-masing. Wallahua'lam. 

KH. Abdullah Gymnastiar