Siapa yang menolak jadi jutawan atau
milyarder? Semua orang pasti
ingin jadi orang kaya. Laki-laki
ingin kaya, perempuan ingin kaya,
orang kampung ingin kaya, dan orang
kota pun pasti ingin kaya.
Seseorang dengan uang melimpah bisa
membeli semua komoditas yang
dibutuhkan. Mau baju bagus, ia bisa
membelinya di toko ternama di
kotanya. Ingin rumah mewah, ia bisa
membeli rumah di kawasan elite
yang cenderung dihuni oleh
orang-orang dari lapisan atas. Bagaimana
dengan nasib orang miskin?
Jangankan untuk beli baju bagus atau rumah
mewah, untuk nasi bungkus saja
mereka harus kerja seharian, baru
mereka bisa makan.
Tidaklah salah jika seseorang
bercita-cita menjadi orang kaya. Yang
salah adalah jika ada yang
menyatakan bahwa kekayaan adalah suatu
kemuliaan, dan kemiskinan adalah
suatu kehinaan. Tapi sebenarnya,
kekayaan dan kemiskinan adalah ujian
Allah bagi hamba-hamba-Nya.
Ironisnya, jika Allah mengujinya
dengan memberikan kesenangan-
kesenangan, maka ia akan berkata
bahwa Allah telah memuliakannya,
sedangkan jika Allah mengujinya
dengan membatasi rizkinya maka ia
berkata, "Allah telah
menghinakanku!" Tipe orang semacam itu adalah
orang yang mencintai harta benda
dengan kecintaan yang berlebihan.
Sebagian orang menganggap bahwa
menjadi orang kaya adalah mudah,
sebab yang sulit adalah menjadi
orang kaya yang shalih. Kalau hanya
sekadar kaya, orang bisa
mengumpulkan harta kekayaan dan
menggunakannya dengan cara apa pun.
Tapi, bagaimana caranya agar
harta yang kita miliki ini bernilai "halalan thayyiban" dan "barakah?
Ada satu syarat penting di samping
syarat-syarat lainnya agar menjadi
orang kaya shalih, yaitu ia harus
sabar. Ternyata menjadi orang kaya
itu harus memiliki kesabaran juga. Kalau
kita telaah, sepertinya
sabar ketika kita sedang pailit
akan lebih memungkinkan daripada
sabar ketika kita bergelimang
harta. Sebab, ketika kita memiliki
harta melimpah, maka akan semakin
banyak godaan yang dapat
meruntuhkan benteng kesabaran kita.
Maksud sabar di sini adalah sabar
dalam mengharap keridhaan Allah.
Identik dengan QS 18: 28, "Dan
bersabarlah kamu bersama dengan
orang-orang yang menyerukan
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
mengharap keridhaan-Nya: dan
janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini: dan
janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingat Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya
itu melewati batas".
Godaan pertama bagi orang kaya
biasanya adalah adanya keinginan untuk
memperlihatkan kekayaannya, atau
lebih dikenal dengan sebutan pamer.
Berbagai cara digunakan agar orang
lain tahu bahwa ia memiliki
segalanya. Aktivitas pamer dimulai
dari menampakkan aksesori yang
bisa dipakai di badan. Kalau
memungkinkan, ia akan menggunakan semua
perhiasan untuk melengkapi
penampilannya agar terlihat kaya, tak
peduli situasi dan kondisi yang ada
tidak mendukung. Yang penting
orang tahu bahwa ia adalah seorang
yang kaya raya. Jauh sekali dengan
sifat Nabi Sulaiman. Beliau orang
kaya raya, namun kemuliaannya
sungguh luar biasa, akhlaknya lebih
tinggi daripada kekayaannya.
Kekayaan yang melimpah ruah dapat
menyebabkan seseorang itu mulia.
Sebab, ia menggunakan hartanya di
jalan Allah dan membelanjakannya
untuk mencari keridhaan Allah. Dan
perumpamaan orang yang
membelanjakan hartanya untuk
mencari keridhaan Allah seperti sebuah
kebun yang terletak di dataran
tinggi yang disiram hujan lebat, maka
kebun itu akan menghasilkan buahnya
dua kali lipat. Jika hujan lebat
tidak menyiraminya, maka hujan
gerimis pun memadai (QS 2: 265).
Dan sebaliknya, kekayaan juga dapat
menyebabkan seseorang menjadi
boros, sombong serta merasa
ekslusif, dan serakah. Seorang yang boros
membelanjakan hartanya hanya untuk
kepuasan nafsunya. Apa pun itu,
jika menyangkut kepuasan hatinya,
ia akan kuras seluruh isi
kantongnya. Tapi sayangnya, jika
hal itu menyangkut kebaikan orang
banyak dan bernilai amal, maka ia
akan berpura-pura menjadi orang
yang pailit. Intinya, selain
menjadi boros, ia juga akan diserang
penyakit pelit.
Tidak hanya itu, dengan kekayaan
yang dimiliki, seseorang bisa
menjadi sombong dan merasa
ekslusif. Orang-orang dari lapisan bawah
tidak dapat diterima dalam lingkup
pergaulannya. Ia merasa bahwa
mereka bukanlah orang yang dapat
diajak bicara, sebab level mereka
berada jauh di bawahnya. Dan ia
merasa bahwa dialah orang besar yang
memenuhi semua kebutuhannya tanpa
bantuan siapa pun.
Dengan adanya perasaan seperti itu, sudah
pasti ia akan menjadi
serakah. Ia tidak akan merasa puas
dengan apa yang sudah ia dapatkan.
Sesudah menjadi orang kaya, ia
ingin menjadi lebih kaya lagi, dan
kalau bisa, tidak ada seorang pun
yang dapat melebihi kekayaannya,
begitulah seterusnya.
Itulah sifat-sifat orang kaya yang
tidak sabar, orang kaya yang tidak
mengharapkan keridhaan Allah dari
kekayaan yang didapatkannya, dan
itulah tipe orang kaya yang tidak
shalih. Dengan begitu, bukan
berarti Islam mengajarkan pada kita
bahwa menjadi orang miskin itu
lebih baik daripada menjadi orang
kaya yang tidak shalih. Tapi
sebenarnya Islam mengajarkan pada
kita untuk menjadi orang kaya yang
shalih, dan menjadi miskin bukanlah
suatu hal yang hina, apalagi
kalau ternyata kemiskinan itu dapat
menjadikannya seorang yang mulia.
Yang lebih buruk adalah, miskin dan
tidak shalih. Artinya, dunia dan
akhirat tidak didapat. "Sudah
jatuh tertimpa tangga pula", ungkapan
itulah yang tepat bagi orang yang
tidak mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Sekali lagi, Islam mengajarkan kita
untuk menjadi orang kaya. Nabi
Muhammad adalah seorang kaya raya,
demikian juga para sahabat, selain
kaya mereka juga berprestasi,
sehingga dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia. Walaupun mereka
kaya, tapi hidup mereka sederhana,
intinya menjalankan kehidupan yang
proporsional. Bukan saja
kebahagiaan dunia yang didapat,
namun akhirat pun tetap menjadi
tujuan hidupnya.
Semua kekayaan yang ada di dunia
ini adalah milik Allah. Dan kita
sebagai hamba-Nya harus dapat
memanfaatkannya. Pertama, kita
mendapatkannya dengan cara yang
halal. Kemudian, membelanjakannya
dengan cara yang halal juga. Dan
yang ketiga, adanya harapan dari
kita, bahwa semua yang telah kita
lakukan mendapat ridha Allah SWT.
Kekayaan yang bermanfaat di dunia
dan akhirat adalah kekayaan yang
barakah yang mempunyai ciri-ciri
tertentu. Pertama, kekayaan tersebut
dapat menyebabkan pemiliknya
qada'ah (puas dan merasa cukup).
Pemiliknya tidak merasa tersiksa
dan tidak merasa kekurangan. Ia akan
menggunakannya untu beramal.
Kedua, kekayaan yang membuat batin
pemiliknya tenang. Harta melimpah
tidak membuatnya bingung untuk
mengelolanya dan tidak pula
menyebabkan rasa was-was untuk
kehilangan, sebab ia yakin bahwa semua
yang dimilikinya adalah amanah dari
Allah SWT. Dan kapan pun bisa
Allah ambil kembali.
Ketiga, pemiliknya menjadi lebih
mulia daripada kekayaan yang
dimiliki. Seperti halnya Nabi
Sulaiman, beliau nabi paling kaya,
namun kekayaannya digunakan untuk
ibadah dan maslahat umat. Beliau
menganggap, harta bukanlah
segalanya di dunia ini, namun hartanya
dapat digunakan untuk meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat. Caranya,
harta tersebut dibelanjakan di
jalan Allah melalui zakat, infak, dan
sidekah. Sebaliknya, jika
kekayaannya tidak barakah, maka pemiliknya
tidak akan merasa puas, tenteram,
dan yang lebih parah lagi, ia
tergolong manusia yang sangat hina.
Maka dari itu, semuanya kembali
kepada pribadi masing-masing.
Wallahua'lam.
KH. Abdullah Gymnastiar
KH. Abdullah Gymnastiar